Cara Meningkatkan Skill Leadership Bagi Gen Z dan Milenial

21 October 2021

Seiring dengan perkembangan zaman, setiap industri merekrut dan mempekerjakan sumber daya lintas generasi dalam angkatan kerjanya. Mulai dari tradisionalis, baby boomer, Gen X, milenial, dan Gen Z. Demografi ini tertanam dalam lingkungan bisnis dan setidaknya akan berdampak pada organisasi untuk dua puluh tahun ke depan. 

Pada tahun 2025, milenial (21�34 tahun) telah melampaui generasi baby boomer (50�64) dan Gen X (35�49) dalam angkatan kerja AS. Perkiraan presentasenya pada 2025 akan
mencapai 75% pekerja secara global.
 

Selama periode yang sama, lebih dari seperempat milenial akan mengambil peran manajerial dan kepemimpinan dalam tatanan organisasi multigenerasi. Karena itulah, penting untuk menangani dan melatih milenial dan generasi Z untuk dapat mengambil peran kepemimpinan dengan cara berikut. 

1. Kesempatan untuk saling memberi feedback 

Generasi Z menyatakan bahwa komunikasi yang konsisten adalah perilaku paling penting yang dapat dipraktikkan oleh seorang pemimpin. Mereka menginginkan pemimpin yang memantau secara teratur di dalam tim, berkomunikasi dengan jelas dan transparan, dan mendengarkan dengan sungguh-sungguh. 

Banyak Gen Z akan berpindah pekerjaan secara signifikan selama mempelajari peran yang cocok untuk mereka. Jadi, bekali mereka dengan menjelaskan tujuan, ekspektasi, dan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sejak awal bergabung di dalam organisasi. Hal ini penting untuk mengarahkan mereka pada pencapaian yang lebih besar. 

2. Belajar secara praktikal 

Gen Z tampaknya lebih praktis dibandingkan generasi sebelumnya. Keterlibatan mereka dalam pekerjaan tidak akan relevan saat diajari. Agar dapat melibatkan profesional muda, beri pelatihan atau membekali mereka dengan soft skill dan hard skill. Ciptakan budaya learning by doing. 

Belajar dari pengalaman dapat memberikan kesempatan bagi Gen Z untuk berefleksi, menganalisis, menguji, dan bereksperimen. Format pembelajaran bisa merupa gamification, simulasi, studi kasus, hackathon, dan sebagainya. Hal ini juga akan memicu refleksi sikap seorang pemimpin yang
muncul dari setiap individu.
 

3. Menanamkan growth mindset 

Gen Z menantang para pemimpin untuk mengembangkan budaya bisnis yang unik dan memiliki keterlibatan sosial di tengah perkembangan teknologi. Para pemimpin yang berpikiran maju harus memahami dan menghargai perbedaan generasi. Sebagai seorang pemimpin, Gen Z mengandalkan teknologi agar tetap termotivasi di dalam tim. 

Untuk membuat perubahan, mereka juga perlu menunjukkan komitmen atas perubahan dan pengembangan kompetensi. Terlepas dari sifat beragam pekerjaan dalam permintaan, ada banyak konsistensi dalam jenis keterampilan yang diidentifikasi sebagai penting untuk kinerja yang sukses. Di seluruh industri dan pekerjaan, penekanannya adalah pada soft skill. 

Namun, menurut laporan SHRM State of the Workplace,
hal tersebut justru menjadi keterampilan yang tidak dimiliki pelamar kerja.
Survei SHRM mengidentifikasi tiga soft skill teratas yang sering hilang yaitu
1) pemecahan masalah/pemikiran kritis/inovasi/kreativitas, 2) kemampuan untuk
menangani kompleksitas dan ambiguitas, dan 3) komunikasi.
 

4. Tunjukkan value dan kejujuran dalam peran organisasi 

Gen Z tidak tumbuh dengan menghormati hierarki sehingga jabatan saja tidak cukup untuk mendapat penghormatan. Mereka akan menilai dirinya dan orang lain sebagai individu. Generasi Z juga akan menilai manajer dengan perannya sebagai mentor. Jadi, artikulasikan bagaimana mereka menemukan value seorang pemimpin dari seorang manajer perusahaan. 

5. Menanamkan sense of belonging 

Gen Z terbiasa memiliki banyak kebebasan untuk
melakukan segala sesuatu berdasarkan preferensi mereka sendiri. Saat diberikan
suatu kepemilikan atas pekerjaan atau tanggung jawab tertentu, Gen Z akan
berupaya �mengembalikannya� dengan cara yang mereka yakini benar untuk hasil
terbaik.
 

Tawarkan kesempatan untuk melakukan perubahan yang diarahkan untuk mengekspresikan diri. Cara ini akan membantu mereka merasa bahwa investasi pada pekerjaan mereka akan berharga bahkan di bagian pekerjaan yang tadinya tidak terlalu mereka pedulikan. Hal ini akan merefleksikan sense of belonging atas sebuah tanggung
jawab seorang pemimpin.
 

Kemampuan untuk menganalisis, mengidentifikasi, dan mengelola perubahan menjadi hal yang sangat penting. Hal ini dapat memastikan keunggulan perusahaan untuk bersaing dan bertumbuh. Dengan pengalaman jangka panjang dan pemahaman yang
mendalam mengenai manajemen bisnis di Indonesia, prasmul-eli berkomitmen untuk
mendukung perusahaan dalam mengembangkan sumber dayanya. Anda dapat memilih
program pelatihan kepemimpinan in class, baik dilakukan melalui online, onsite, ataupun gabungan keduanya.
 

Seiring dengan perkembangan zaman, setiap industri merekrut dan mempekerjakan sumber daya lintas generasi dalam angkatan kerjanya. Mulai dari tradisionalis, baby boomer, Gen X, milenial, dan Gen Z. Demografi ini tertanam dalam lingkungan bisnis dan setidaknya akan berdampak pada organisasi untuk dua puluh tahun ke depan. 

Pada tahun 2025, milenial (21�34 tahun) telah melampaui generasi baby boomer (50�64) dan Gen X (35�49) dalam angkatan kerja AS. Perkiraan presentasenya pada 2025 akan
mencapai 75% pekerja secara global.
 

Selama periode yang sama, lebih dari seperempat milenial akan mengambil peran manajerial dan kepemimpinan dalam tatanan organisasi multigenerasi. Karena itulah, penting untuk menangani dan melatih milenial dan generasi Z untuk dapat mengambil peran kepemimpinan dengan cara berikut. 

1. Kesempatan untuk saling memberi feedback 

Generasi Z menyatakan bahwa komunikasi yang konsisten adalah perilaku paling penting yang dapat dipraktikkan oleh seorang pemimpin. Mereka menginginkan pemimpin yang memantau secara teratur di dalam tim, berkomunikasi dengan jelas dan transparan, dan mendengarkan dengan sungguh-sungguh. 

Banyak Gen Z akan berpindah pekerjaan secara signifikan selama mempelajari peran yang cocok untuk mereka. Jadi, bekali mereka dengan menjelaskan tujuan, ekspektasi, dan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sejak awal bergabung di dalam organisasi. Hal ini penting untuk mengarahkan mereka pada pencapaian yang lebih besar. 

2. Belajar secara praktikal 

Gen Z tampaknya lebih praktis dibandingkan generasi sebelumnya. Keterlibatan mereka dalam pekerjaan tidak akan relevan saat diajari. Agar dapat melibatkan profesional muda, beri pelatihan atau membekali mereka dengan soft skill dan hard skill. Ciptakan budaya learning by doing. 

Belajar dari pengalaman dapat memberikan kesempatan bagi Gen Z untuk berefleksi, menganalisis, menguji, dan bereksperimen. Format pembelajaran bisa merupa gamification, simulasi, studi kasus, hackathon, dan sebagainya. Hal ini juga akan memicu refleksi sikap seorang pemimpin yang
muncul dari setiap individu.
 

3. Menanamkan growth mindset 

Gen Z menantang para pemimpin untuk mengembangkan budaya bisnis yang unik dan memiliki keterlibatan sosial di tengah perkembangan teknologi. Para pemimpin yang berpikiran maju harus memahami dan menghargai perbedaan generasi. Sebagai seorang pemimpin, Gen Z mengandalkan teknologi agar tetap termotivasi di dalam tim. 

Untuk membuat perubahan, mereka juga perlu menunjukkan komitmen atas perubahan dan pengembangan kompetensi. Terlepas dari sifat beragam pekerjaan dalam permintaan, ada banyak konsistensi dalam jenis keterampilan yang diidentifikasi sebagai penting untuk kinerja yang sukses. Di seluruh industri dan pekerjaan, penekanannya adalah pada soft skill. 

Namun, menurut laporan SHRM State of the Workplace,
hal tersebut justru menjadi keterampilan yang tidak dimiliki pelamar kerja.
Survei SHRM mengidentifikasi tiga soft skill teratas yang sering hilang yaitu
1) pemecahan masalah/pemikiran kritis/inovasi/kreativitas, 2) kemampuan untuk
menangani kompleksitas dan ambiguitas, dan 3) komunikasi.
 

4. Tunjukkan value dan kejujuran dalam peran organisasi 

Gen Z tidak tumbuh dengan menghormati hierarki sehingga jabatan saja tidak cukup untuk mendapat penghormatan. Mereka akan menilai dirinya dan orang lain sebagai individu. Generasi Z juga akan menilai manajer dengan perannya sebagai mentor. Jadi, artikulasikan bagaimana mereka menemukan value seorang pemimpin dari seorang manajer perusahaan. 

5. Menanamkan sense of belonging 

Gen Z terbiasa memiliki banyak kebebasan untuk
melakukan segala sesuatu berdasarkan preferensi mereka sendiri. Saat diberikan
suatu kepemilikan atas pekerjaan atau tanggung jawab tertentu, Gen Z akan
berupaya �mengembalikannya� dengan cara yang mereka yakini benar untuk hasil
terbaik.
 

Tawarkan kesempatan untuk melakukan perubahan yang diarahkan untuk mengekspresikan diri. Cara ini akan membantu mereka merasa bahwa investasi pada pekerjaan mereka akan berharga bahkan di bagian pekerjaan yang tadinya tidak terlalu mereka pedulikan. Hal ini akan merefleksikan sense of belonging atas sebuah tanggung
jawab seorang pemimpin.
 

Kemampuan untuk menganalisis, mengidentifikasi, dan mengelola perubahan menjadi hal yang sangat penting. Hal ini dapat memastikan keunggulan perusahaan untuk bersaing dan bertumbuh. Dengan pengalaman jangka panjang dan pemahaman yang
mendalam mengenai manajemen bisnis di Indonesia, prasmul-eli berkomitmen untuk
mendukung perusahaan dalam mengembangkan sumber dayanya. Anda dapat memilih
program pelatihan kepemimpinan in class, baik dilakukan melalui online, onsite, ataupun gabungan keduanya.
 

Prasetiya Mulya Executive Learning Institute
Prasetiya Mulya Cilandak Campus, Building 2, #2203
Jl. R.A Kartini (TB. Simatupang), Cilandak Barat, Jakarta 12430
Indonesia
Prasetiya Mulya Executive Learning Institute
Prasetiya Mulya Cilandak Campus, Building 2, #2203
Jl. R.A Kartini (TB. Simatupang), Cilandak Barat,
Jakarta 12430
Indonesia