Peran Komunikasi Informal dalam Lingkungan Kerja yang Multigenerasi

18 January 2024

Liburan akhir tahun kemarin ini rasanya sedikit berbeda, aktivitas di tahun 2023 bisa dikatakan sudah menjadi normal seperti tahun-tahun sebelumnya, pandemi sudah berlalu hilang tak bersisa, berganti dengan dinamika kehidupan dunia yang lainnya. Organisasi yang bertahan telah mengalami banyak evolusi sejak awal masa strategic renaissance di tahun 70-an. Saat ini organisasi lebih banyak berhadapan dengan hal-hal yang berbau teknologi, globalisasi, dan perubahan-perubahan yang semakin cepat baik dari sisi peluang, maupun kebijakan yang berlaku di lingkungan bisnis.

Jika diperhatikan dengan seksama, dalam satu organisasi saat ini sudah ada lima generasi yang bekerja bersama. Mulai dari Traditionalist, Baby Boomers, Gen-X, Millenials, dan Gen-Z. Dengan banyaknya generasi dalam satu lingkup kerja di organisasi, strategi komunikasi menjadi satu hal yang critical untuk bisa membuat organisasi dapat berfungsi secara optimal. Masing-masing generasi memiliki preferensi pola komunikasi yang berbeda-beda, Traditionalist dan Baby Boomers misalnya lebih menyukai pembicaraan melalui telepon dan pertemuan tatap muka, sementara Millenials dan Gen-Z cukup berkomunikasi melalui pesan singkat di aplikasi telepon genggam. Salah satu yang bisa menjembatani antara keduanya adalah dengan menyediakan sarana komunikasi informal bagi mereka agar tercipta lingkungan kerja yang efektif dan suportif.

Komunikasi informal adalah sebuah proses yang seringkali dianggap biasa saja di tempat kerja. Sementara, dalam beberapa organisasi, komunikasi informal merupakan sarana yang cepat, mudah, dan efisien digunakan oleh karyawan untuk berbagi informasi dan ide satu sama lain. Bahkan, bukan tidak mungkin proses komunikasi informal inilah yang memungkinkan berkembangnya kepercayaan dan hubungan di antara rekan kerja.

Ada beberapa cara untuk membangun komunikasi informal di tempat kerja. Salah satu caranya adalah dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk komunikasi yang terbuka. Seperti di kantor kami, ada sebuah meja makan bundar berwarna merah yang menjadi tempat berkumpul untuk makan pagi, siang, ataupun sekedar bercengkrama di sore hari. Meja bundar itu biasanya selalu menyediakan kudapan dari seluruh nusantara, buah tangan dari mereka yang kebetulan melakukan perjalanan dinas keluar kota, atau dari mereka yang sengaja membawa camilan dari rumah masing-masing untuk dinikmati bersama. Sehingga menjadi sebuah aturan tidak tertulis bahwa semua makanan yang ada di meja bundar adalah milik bersama, tidak perlu izin untuk menikmatinya.

Di organisasi lain, ada spot tempat berkumpulnya karyawan untuk saling bercengkrama seperti dining hall, gazebo, atau bahkan dibawah pohon yang rindang. Komunikasi informal di tempat-tempat semacam ini akan membangun budaya kepercayaan di mana karyawan merasa nyaman untuk berbagi informasi dan ide satu sama lain. Terlepas dari posisi, jabatan, ataupun status kekaryawanan mereka. Tempat untuk berbicara tentang kehidupan mereka di luar pekerjaan seperti hobi, olahraga, dan lain sebagainya akan mencairkan suasana yang menciptakan keterbukaan serta rasa saling percaya. Siapapun boleh bertukar pikiran dalam suasana informal ini. Bahkan kadangkala, pertukaran informasi yang muncul bisa jadi akan membantu dalam menentukan tindakan strategis, maupun kebijakan yang akan diberlakukan didalam organisasi.

Salah satu indikator dari organisasi yang sehat adalah karyawan yang bahagia, terbuka, serta produktif dalam menjalani pekerjaannya. Hal tersebut akan dapat tercipta dalam lingkungan kerja suportif yang penuh dengan rasa saling percaya dan hormat menghormati satu sama lain. Berikut ini adalah beberapa bahasan dalam komunikasi informal yang dapat diterapkan oleh organisasi untuk menciptakan lingkungan yang suportif di tempat kerja. 

1. Sharing Knowledge Session

Sharing session oleh mereka yang lebih senior atau expert di bidangnya dalam suasana yang santai akan lebih mudah diterima dan bisa memunculkan lebih banyak diskusi yang akan sulit jika dilakukan dalam satu sesi formal tertentu. Pembahasan informal juga menghilangkan batas jabatan, sehingga akan lebih mudah untuk mendorong serta memotivasi siapapun yang ada disitu untuk lebih maju dan berkembang.

2. Listen

Di tempat kerja, siapa pun bisa menjadi pendengar yang supportif tanpa memandang usia, masa kerja, posisi, atau kekuasaan. Dalam komunikasi informal, mendengarkan juga memegang peranan penting, dan semakin banyak orang yang mendengarkan, maka semakin banyak pula yang akan mengkomunikasikan kebutuhan mereka, atau apapun yang terjadi di tempat kerja lainnya yang perlu menjadi concern, sehingga akan menciptakan proses pembelajaran dan siklus informasi yang berkelanjutan di tempat kerja sebagai pembelajaran bersama.

3. Manage Uncertainty

Menurut pandangan Ibu Wahyu, salah satu Resident Consultant di prasmul-eli, bahwa ketidakpastian dalam dunia kerja adalah sebuah kepastian. Ketidakpastian akan mendorong munculnya stress di tempat kerja. Hal tersebut adalah hal yang wajar terjadi di tempat kerja. Salah satu cara termudah untuk menciptakan dan mempertahankan lingkungan kerja yang suportif adalah dengan mengidentifikasi, memantau, mengurangi penolakan/hambatan, mengelola stres dan ketidakpastian melalui komunikasi informal. Hindari puja-puji yang berlebihan ataupun basa-basi yang tidak esensial karena hal tersebut justru akan meningkatkan stress dan mengarah pada sikap defensif dalam komunikasi. Upayakan untuk terlibat dalam komunikasi yang lebih suportif seperti mengajukan pertanyaan, melakukan percakapan yang jujur, dan mengakui stres dan ketidakpastian sebagai sesuatu yang sulit dan tidak nyaman agar orang lain juga dapat memahami dan pada akhirnya dapat memberikan support yang diperlukan untuk mendorong pencapaian bersama.

 

Gardhika Waskita Pakqi - Resident Assessor at prasmul-eli

Liburan akhir tahun kemarin ini rasanya sedikit berbeda, aktivitas di tahun 2023 bisa dikatakan sudah menjadi normal seperti tahun-tahun sebelumnya, pandemi sudah berlalu hilang tak bersisa, berganti dengan dinamika kehidupan dunia yang lainnya. Organisasi yang bertahan telah mengalami banyak evolusi sejak awal masa strategic renaissance di tahun 70-an. Saat ini organisasi lebih banyak berhadapan dengan hal-hal yang berbau teknologi, globalisasi, dan perubahan-perubahan yang semakin cepat baik dari sisi peluang, maupun kebijakan yang berlaku di lingkungan bisnis.

Jika diperhatikan dengan seksama, dalam satu organisasi saat ini sudah ada lima generasi yang bekerja bersama. Mulai dari Traditionalist, Baby Boomers, Gen-X, Millenials, dan Gen-Z. Dengan banyaknya generasi dalam satu lingkup kerja di organisasi, strategi komunikasi menjadi satu hal yang critical untuk bisa membuat organisasi dapat berfungsi secara optimal. Masing-masing generasi memiliki preferensi pola komunikasi yang berbeda-beda, Traditionalist dan Baby Boomers misalnya lebih menyukai pembicaraan melalui telepon dan pertemuan tatap muka, sementara Millenials dan Gen-Z cukup berkomunikasi melalui pesan singkat di aplikasi telepon genggam. Salah satu yang bisa menjembatani antara keduanya adalah dengan menyediakan sarana komunikasi informal bagi mereka agar tercipta lingkungan kerja yang efektif dan suportif.

Komunikasi informal adalah sebuah proses yang seringkali dianggap biasa saja di tempat kerja. Sementara, dalam beberapa organisasi, komunikasi informal merupakan sarana yang cepat, mudah, dan efisien digunakan oleh karyawan untuk berbagi informasi dan ide satu sama lain. Bahkan, bukan tidak mungkin proses komunikasi informal inilah yang memungkinkan berkembangnya kepercayaan dan hubungan di antara rekan kerja.

Ada beberapa cara untuk membangun komunikasi informal di tempat kerja. Salah satu caranya adalah dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk komunikasi yang terbuka. Seperti di kantor kami, ada sebuah meja makan bundar berwarna merah yang menjadi tempat berkumpul untuk makan pagi, siang, ataupun sekedar bercengkrama di sore hari. Meja bundar itu biasanya selalu menyediakan kudapan dari seluruh nusantara, buah tangan dari mereka yang kebetulan melakukan perjalanan dinas keluar kota, atau dari mereka yang sengaja membawa camilan dari rumah masing-masing untuk dinikmati bersama. Sehingga menjadi sebuah aturan tidak tertulis bahwa semua makanan yang ada di meja bundar adalah milik bersama, tidak perlu izin untuk menikmatinya.

Di organisasi lain, ada spot tempat berkumpulnya karyawan untuk saling bercengkrama seperti dining hall, gazebo, atau bahkan dibawah pohon yang rindang. Komunikasi informal di tempat-tempat semacam ini akan membangun budaya kepercayaan di mana karyawan merasa nyaman untuk berbagi informasi dan ide satu sama lain. Terlepas dari posisi, jabatan, ataupun status kekaryawanan mereka. Tempat untuk berbicara tentang kehidupan mereka di luar pekerjaan seperti hobi, olahraga, dan lain sebagainya akan mencairkan suasana yang menciptakan keterbukaan serta rasa saling percaya. Siapapun boleh bertukar pikiran dalam suasana informal ini. Bahkan kadangkala, pertukaran informasi yang muncul bisa jadi akan membantu dalam menentukan tindakan strategis, maupun kebijakan yang akan diberlakukan didalam organisasi.

Salah satu indikator dari organisasi yang sehat adalah karyawan yang bahagia, terbuka, serta produktif dalam menjalani pekerjaannya. Hal tersebut akan dapat tercipta dalam lingkungan kerja suportif yang penuh dengan rasa saling percaya dan hormat menghormati satu sama lain. Berikut ini adalah beberapa bahasan dalam komunikasi informal yang dapat diterapkan oleh organisasi untuk menciptakan lingkungan yang suportif di tempat kerja. 

1. Sharing Knowledge Session

Sharing session oleh mereka yang lebih senior atau expert di bidangnya dalam suasana yang santai akan lebih mudah diterima dan bisa memunculkan lebih banyak diskusi yang akan sulit jika dilakukan dalam satu sesi formal tertentu. Pembahasan informal juga menghilangkan batas jabatan, sehingga akan lebih mudah untuk mendorong serta memotivasi siapapun yang ada disitu untuk lebih maju dan berkembang.

2. Listen

Di tempat kerja, siapa pun bisa menjadi pendengar yang supportif tanpa memandang usia, masa kerja, posisi, atau kekuasaan. Dalam komunikasi informal, mendengarkan juga memegang peranan penting, dan semakin banyak orang yang mendengarkan, maka semakin banyak pula yang akan mengkomunikasikan kebutuhan mereka, atau apapun yang terjadi di tempat kerja lainnya yang perlu menjadi concern, sehingga akan menciptakan proses pembelajaran dan siklus informasi yang berkelanjutan di tempat kerja sebagai pembelajaran bersama.

3. Manage Uncertainty

Menurut pandangan Ibu Wahyu, salah satu Resident Consultant di prasmul-eli, bahwa ketidakpastian dalam dunia kerja adalah sebuah kepastian. Ketidakpastian akan mendorong munculnya stress di tempat kerja. Hal tersebut adalah hal yang wajar terjadi di tempat kerja. Salah satu cara termudah untuk menciptakan dan mempertahankan lingkungan kerja yang suportif adalah dengan mengidentifikasi, memantau, mengurangi penolakan/hambatan, mengelola stres dan ketidakpastian melalui komunikasi informal. Hindari puja-puji yang berlebihan ataupun basa-basi yang tidak esensial karena hal tersebut justru akan meningkatkan stress dan mengarah pada sikap defensif dalam komunikasi. Upayakan untuk terlibat dalam komunikasi yang lebih suportif seperti mengajukan pertanyaan, melakukan percakapan yang jujur, dan mengakui stres dan ketidakpastian sebagai sesuatu yang sulit dan tidak nyaman agar orang lain juga dapat memahami dan pada akhirnya dapat memberikan support yang diperlukan untuk mendorong pencapaian bersama.

 

Gardhika Waskita Pakqi - Resident Assessor at prasmul-eli

Prasetiya Mulya Executive Learning Institute
Prasetiya Mulya Cilandak Campus, Building 2, #2203
Jl. R.A Kartini (TB. Simatupang), Cilandak Barat, Jakarta 12430
Indonesia
Prasetiya Mulya Executive Learning Institute
Prasetiya Mulya Cilandak Campus, Building 2, #2203
Jl. R.A Kartini (TB. Simatupang), Cilandak Barat,
Jakarta 12430
Indonesia