Apakah hal yang terlintas di pikiran Anda ketika mendengar kata “workaholic”? Seseorang yang terus bekerja tiada henti atau orang yang merasa harus menyibukkan dirinya dengan berbagai pekerjaan?
Pada kenyataannya, membawa pekerjaan ke rumah atau menyelesaikan pekerjaan di luar jam kerja telah menjadi hal yang begitu lazim. Hal ini terkadang mengaburkan batasan antara waktu senggang dan waktu bekerja seseorang akibat tuntutan untuk menyelesaikan pekerjaan. Meski begitu, workaholic bisa dipandang dari berbagai sudut pandang situasi.
Sementara itu, dalam sumber lain dari kamus Britannica, workaholic didefinisikan sebagai sebuah kecanduan terhadap pekerjaan. Seorang workaholic mendapatkan kepuasan tersendiri saat terus berhadapan dengan pekerjaan meskipun memiliki kesempatan untuk berhenti sejenak.
Sejumlah peneliti dari Departemen Ilmu Psikososial di Universitas Bergen, Norwegia mengembangkan suatu skala pengukuran untuk melihat apakah seseorang mengidap workaholic atau tidak. Dikenal dengan Skala Kecanduan Kerja (Work Addiction Scale), skala tersebut mengidentifikasi kecenderungan workaholic dari kebiasaan bekerja seseorang di antaranya:
Terus mencari cara agar dapat meluangkan waktu untuk bekerja
Menghabiskan lebih banyak waktu untuk bekerja dari yang direncanakan
Bekerja dilakukan untuk menghilangkan rasa cemas, bersalah, atau tidak berdaya
Mengabaikan saran dari orang lain untuk mengurangi pekerjaan
Muncul rasa stres apabila tidak dapat bekerja
Lebih mementingkan urusan pekerjaan daripada menekuni hobi, bersantai, atau berolah raga
Memiliki dampak negatif pada kesehatan akibat terlalu banyak bekerja
Apabila Anda merasa sering atau selalu berada dalam kondisi di atas, besar kemungkinannya bahwa Anda adalah seorang workaholic.
Seorang karyawan sering kali diminta untuk tetap standby menerima informasi terkait pekerjaan di malam hari, akhir pekan, bahkan saat masa liburan. Oleh karena itu, banyak ditemukan karyawan yang tetap menyelesaikan pekerjaan di luar waktu kerja resminya.
Setelah pekerjaannya selesai, seseorang akan berhenti bekerja dan dapat kembali melanjutkan aktivitas pribadinya. Namun, orang yang workaholic kerap menunjukkan rasa pengabdiannya terhadap pekerjaan secara sedikit berlebihan.
Workaholic merasa seolah-olah terdapat suatu dorongan yang mengharuskannya untuk terus bekerja tanpa mengenal waktu. Hal ini membuatnya cenderung mengabaikan kondisi fisiknya dan tetap bekerja walaupun merasa lelah.
Hal ini berpotensi membawa dampak buruk terhadap kesehatan seseorang. Bekerja membutuhkan energi yang dikeluarkan oleh tubuh. Apabila berhadapan dengan deadline atau adanya kendala dalam pekerjaan juga memicu hormon stres dan meningkatkan tekanan darah.
Orang yang bekerja tiada henti, tidak memiliki waktu untuk beristirahat dan mengurangi ritme kerja organ tubuhnya. Akibatnya, semakin tinggi risiko untuk terkena penyakit kardiovaskular, diabetes, bahkan kematian dibandingkan dengan orang yang bekerja normal.
Seorang profesor di bidang sosiologi dari Universitas Utrecht, Belanda, Ten Brummelhuis mengungkapkan bahwa terdapat tipe pekerja workaholic yang memiliki risiko gangguan kesehatan lebih rendah dibandingkan workaholic kebanyakan.
Mereka adalah tipe pekerja engaged workaholic yang memiliki keterkaitan dan rasa cinta terhadap pekerjaannya. Hal ini didukung dengan adanya faktor memiliki pasangan yang suportif di rumah serta rekan kerja yang juga dapat diajak untuk bekerja sama. Kondisi ini membuat mereka dapat mengelola pekerjaan dan kehidupan pribadinya dengan baik.
Berpindah dari satu rapat ke rapat lain, menghabiskan waktu di malam hari untuk menyelesaikan pekerjaan, atau berpikir keras untuk meraih pencapaian di tempat kerja ternyata justru memberikan motivasi serta suntikan energi positif bagi para engaged workaholic ini.
Tidak hanya itu, para engaged workaholic cenderung terbebas dari burnout atau merasa stres dengan pekerjaannya. Hal ini disebabkan mereka tidak bekerja untuk menghilangkan rasa bersalahnya, tetapi mereka bekerja karena betul-betul mencintai pekerjaannya.
Terlepas dari adanya pro dan kontra dari workaholic sebagaimana dijelaskan di atas, setiap karyawan tetap disarankan untuk memperhatikan kondisi kesehatan fisik dan mentalnya.
Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mengenali kondisi tubuh Anda sendiri. Jika pekerjaan menjadi tidak terkendali dan berdampak pada lingkungan di luar pekerjaan, sebaiknya ambil waktu rehat untuk memulihkan pikiran serta kondisi tubuh.
Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah meraih kendali atas diri Anda sendiri. Tentukan waktu yang dapat Anda luangkan untuk bekerja di luar jam kerja. Setelah itu, luangkan waktu bagi diri Anda untuk bersantai, berolah raga, ataupun melakukan hal apapun yang disukai untuk melepas penat dan lelah dari bekerja.
Manajemen waktu dalam pekerjaan sangat penting untuk dapat melakukan pengambilan keputusan. Hal ini akan sangat berpengaruh pada situasi organisasional perusahaan. Prasmul eli juga merancang program Problem Solving and Decision Making untuk melatih seseorang agar selalu mempertimbangkan pilihan yang rasional demi mendukung visi perusahaan.