Beranda
>
Gagasan
>
Artikel
Cara Mengimplementasikan Hybrid Customer Service

14 December 2023
Banner-Article-Des-09.jpg

Masa pandemi COVID-19 mengubah begitu banyak model operasional industri. Sebagian besar aktivitas bekerja di kantor beralih menjadi interaksi online. Namun, mungkinkah representatif perusahaan bisa bekerja di rumah atau setidaknya secara hybrid?

Saat ini cukup banyak karyawan yang mencari kesempatan kerja hybrid, termasuk bagi tim customer service. Hybrid customer service mungkin bekerja di berbagai lokasi geografis berbeda, tapi tetap memberikan dukungan pelanggan yang menyenangkan.

Tim customer service dapat lebih mudah bekerja berkat penggunaan artificial intelligence (AI) dan layanan dukungan self-service seperti chatbot dan pusat informasi. Menyadari perbedaan peran atas tim hybrid customer service dapat memberi cara untuk mengelola tim lebih baik.

Cara Mengimplementasikan Hybrid Customer Service

Tugas customer service memang sering kali lebih identik dengan representatif tatap muka dengan pelanggan. Meski begitu, perubahan zaman sudah memungkinkan perusahaan untuk dapat mengimplementasikan hybrid customer service dengan cara berikut.

1. Replikasi lingkungan seperti bertatap muka

Saat bekerja hybrid, Anda bekerja di ruang yang terpisah secara fisik dari anggota tim lainnya. Untuk menciptakan keseimbangan kerja yang efektif, sebagian besar pakar memberikan beberapa tips yang sama. Anda perlu menciptakan lingkungan yang mirip atau mereplikasi pengalaman tatap muka, misalnya dengan kolaborasi dan interaksi.

Contoh interaksi yang dimaksud salah satunya dengan menormalisasi ad-hoc virtual meeting jika diperlukan. Hal ini menggantikan momen pertanyaan singkat yang diajukan oleh seorang anggota tim pada anggota lainnya.

2. Komunikasi segala hal di dalam tim

Nuansa komunikasi virtual dapat menyebabkan kesalahpahaman dan kebingungan yang dapat merugikan keberhasilan customer service. Itu sebabnya mengkomunikasikan segala hal (over-communicate) menjadi kunci untuk memastikan semua orang di tim Anda mendapatkan informasi yang mereka butuhkan.

Mungkin masih ada pertanyaan, tetapi bersikap sejelas mungkin atas segala hal akan memudahkan customer service untuk mendapatkan jawaban secara spesifik.

3. Jangan mengabaikan hal-hal kecil

Ada hal-hal yang hanya bisa dilakukan saat bekerja di kantor dan bukan merupakan pilihan bagi karyawan jarak jauh dan hybrid.

Jika Anda berada di kantor dan memimpin tim yang bekerja remote, pahamilah bahwa mereka tidak memiliki pilihan untuk melakukan hal-hal yang mungkin dianggap tidak penting.

Dengan tim hybrid, pastikan bahwa semua orang selalu terlibat. Misalnya, memastikan setiap undangan meeting berisi Zoom meeting link agar tim yang tidak hadir tidak merasa terisolasi. Hindari melakukan percakapan lain dengan peserta yang hadir secara tatap muka tanpa terdengar oleh peserta yang hadir secara online.

4. Prioritaskan sesi one-on-one

Tim hybrid harus memiliki sesi one-on-one dengan manajernya. Sesi ini menjadi peluang bagus untuk mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi anggota tim. Jika dilewatkan, Anda mungkin tidak dapat memahaminya karena berada di lokasi berbeda.

Jika Anda hanya menemui karyawan remote seminggu sekali melalui Zoom, memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengetahui pengalaman mereka dan mengkomunikasikan informasi penting secara utuh. Cobalah untuk memberikan empati agar karyawan yang bekerja secara hybrid tidak merasa terisolasi.

5. Berdayakan tim dengan baik

Baik pekerja hybrid, remote, maupun pekerja yang hadir secara tatap muka memerlukan pengembangan diri secara individu. Mungkin Anda bisa melihat perkembangan karyawan lebih mudah saat kerja di kantor, tapi bekerja remote bukan alasan untuk tidak melakukan pengembangan diri.

Karena itu, Anda perlu memfasilitasi tim dengan baik untuk mendorong pemberdayaan karyawan. Sediakan akses informasi yang memadai dengan bantuan tools yang cukup untuk mengakomodasi kebutuhan kolaboratif. Hal yang tidak kalah penting adalah memberikan kepercayaan kepada seluruh anggota tim untuk menyelesaikan tugasnya.

6. Tetapkan batasan dan ekspektasi

Jika dilakukan di tempat yang sama, sangat sulit untuk memisahkan urusan pekerjaan dan kehidupan pribadi. Anda mungkin juga membuka laptop setelah jam kerja berakhir karena alasan perbedaan zona waktu.

Hal ini sebenarnya bisa diatasi dengan menetapkan jam kerja yang dapat diakses secara publik. Biasanya, Anda bisa mengatur jam kerja di kalender agar hanya bisa dihubungi pada jadwal yang tersedia saja.

7. Bersenang-senang bersama

Mungkin sulit bagi karyawan remote untuk tetap terkoneksi dengan anggota tim, terutama jika mereka hanya tentang pekerjaan. Berikan kesempatan kepada orang-orang untuk mengenal satu sama lain. Hal ini bisa dilakukan sesederhana melakukan obrolan setelah meeting bulanan untuk mengobrol santai atau mengajukan ice breaking question.

Nah, itulah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengimplementasikan hybrid customer service di perusahaan dengan efektif. Seperti halnya pekerjaan lain, customer service juga bisa bekerja secara remote dengan ketersediaan dukungan dan sumber daya yang cukup dari manajer dan perusahaan yang terlibat.

ARTIKEL TERKAIT
Banner-Article-Des-09.jpg
Cara Mengimplementasikan Hybrid Customer Service
14 December 2023

Masa pandemi COVID-19 mengubah begitu banyak model operasional industri. Sebagian besar aktivitas bekerja di kantor beralih menjadi interaksi online. Namun, mungkinkah representatif perusahaan bisa bekerja di rumah atau setidaknya secara hybrid?

Saat ini cukup banyak karyawan yang mencari kesempatan kerja hybrid, termasuk bagi tim customer service. Hybrid customer service mungkin bekerja di berbagai lokasi geografis berbeda, tapi tetap memberikan dukungan pelanggan yang menyenangkan.

Tim customer service dapat lebih mudah bekerja berkat penggunaan artificial intelligence (AI) dan layanan dukungan self-service seperti chatbot dan pusat informasi. Menyadari perbedaan peran atas tim hybrid customer service dapat memberi cara untuk mengelola tim lebih baik.

Cara Mengimplementasikan Hybrid Customer Service

Tugas customer service memang sering kali lebih identik dengan representatif tatap muka dengan pelanggan. Meski begitu, perubahan zaman sudah memungkinkan perusahaan untuk dapat mengimplementasikan hybrid customer service dengan cara berikut.

1. Replikasi lingkungan seperti bertatap muka

Saat bekerja hybrid, Anda bekerja di ruang yang terpisah secara fisik dari anggota tim lainnya. Untuk menciptakan keseimbangan kerja yang efektif, sebagian besar pakar memberikan beberapa tips yang sama. Anda perlu menciptakan lingkungan yang mirip atau mereplikasi pengalaman tatap muka, misalnya dengan kolaborasi dan interaksi.

Contoh interaksi yang dimaksud salah satunya dengan menormalisasi ad-hoc virtual meeting jika diperlukan. Hal ini menggantikan momen pertanyaan singkat yang diajukan oleh seorang anggota tim pada anggota lainnya.

2. Komunikasi segala hal di dalam tim

Nuansa komunikasi virtual dapat menyebabkan kesalahpahaman dan kebingungan yang dapat merugikan keberhasilan customer service. Itu sebabnya mengkomunikasikan segala hal (over-communicate) menjadi kunci untuk memastikan semua orang di tim Anda mendapatkan informasi yang mereka butuhkan.

Mungkin masih ada pertanyaan, tetapi bersikap sejelas mungkin atas segala hal akan memudahkan customer service untuk mendapatkan jawaban secara spesifik.

3. Jangan mengabaikan hal-hal kecil

Ada hal-hal yang hanya bisa dilakukan saat bekerja di kantor dan bukan merupakan pilihan bagi karyawan jarak jauh dan hybrid.

Jika Anda berada di kantor dan memimpin tim yang bekerja remote, pahamilah bahwa mereka tidak memiliki pilihan untuk melakukan hal-hal yang mungkin dianggap tidak penting.

Dengan tim hybrid, pastikan bahwa semua orang selalu terlibat. Misalnya, memastikan setiap undangan meeting berisi Zoom meeting link agar tim yang tidak hadir tidak merasa terisolasi. Hindari melakukan percakapan lain dengan peserta yang hadir secara tatap muka tanpa terdengar oleh peserta yang hadir secara online.

4. Prioritaskan sesi one-on-one

Tim hybrid harus memiliki sesi one-on-one dengan manajernya. Sesi ini menjadi peluang bagus untuk mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi anggota tim. Jika dilewatkan, Anda mungkin tidak dapat memahaminya karena berada di lokasi berbeda.

Jika Anda hanya menemui karyawan remote seminggu sekali melalui Zoom, memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengetahui pengalaman mereka dan mengkomunikasikan informasi penting secara utuh. Cobalah untuk memberikan empati agar karyawan yang bekerja secara hybrid tidak merasa terisolasi.

5. Berdayakan tim dengan baik

Baik pekerja hybrid, remote, maupun pekerja yang hadir secara tatap muka memerlukan pengembangan diri secara individu. Mungkin Anda bisa melihat perkembangan karyawan lebih mudah saat kerja di kantor, tapi bekerja remote bukan alasan untuk tidak melakukan pengembangan diri.

Karena itu, Anda perlu memfasilitasi tim dengan baik untuk mendorong pemberdayaan karyawan. Sediakan akses informasi yang memadai dengan bantuan tools yang cukup untuk mengakomodasi kebutuhan kolaboratif. Hal yang tidak kalah penting adalah memberikan kepercayaan kepada seluruh anggota tim untuk menyelesaikan tugasnya.

6. Tetapkan batasan dan ekspektasi

Jika dilakukan di tempat yang sama, sangat sulit untuk memisahkan urusan pekerjaan dan kehidupan pribadi. Anda mungkin juga membuka laptop setelah jam kerja berakhir karena alasan perbedaan zona waktu.

Hal ini sebenarnya bisa diatasi dengan menetapkan jam kerja yang dapat diakses secara publik. Biasanya, Anda bisa mengatur jam kerja di kalender agar hanya bisa dihubungi pada jadwal yang tersedia saja.

7. Bersenang-senang bersama

Mungkin sulit bagi karyawan remote untuk tetap terkoneksi dengan anggota tim, terutama jika mereka hanya tentang pekerjaan. Berikan kesempatan kepada orang-orang untuk mengenal satu sama lain. Hal ini bisa dilakukan sesederhana melakukan obrolan setelah meeting bulanan untuk mengobrol santai atau mengajukan ice breaking question.

Nah, itulah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengimplementasikan hybrid customer service di perusahaan dengan efektif. Seperti halnya pekerjaan lain, customer service juga bisa bekerja secara remote dengan ketersediaan dukungan dan sumber daya yang cukup dari manajer dan perusahaan yang terlibat.

Banner-Article-Des-11.jpg
Mengenal Social Selling dan Cara Mengukur Kesuksesan
18 December 2023

Makin maraknya penggunaan media sosial mendorong pemilik bisnis untuk melakukan strategi marketing melalui media sosial. Media sosial menjadi salah satu “alat” yang dimanfaatkan oleh pebisnis untuk mendapatkan konversi revenue dari media sosial.

Mungkin Anda sudah menyadari pentingnya social selling dari penggunaan media sosial tersebut, tapi belum yakin tentang cara menggunakannya. Jika demikian, Anda dapat menyimak informasi berikut ini untuk bisa memanfaatkan strategi social selling.

Apa Itu Social Selling?

Social selling merupakan proses meneliti, menghubungkan, dan berinteraksi dengan konsumen potensial melalui jaringan media sosial. Biasanya, tim sales membangun relasi organik dengan para pembeli yang merespons postingan brand di media sosial.

Alih-alih melakukan taktik penutupan sales yang relatif sulit, social selling lebih cenderung berupa pemeliharaan prospek. Social selling bukanlah cara yang dilakukan representatif penjualan untuk mendapatkan solusi terbaik atau quick win, melainkan upaya membangun kredibilitas dengan berinteraksi pada target konsumennya.

Cara Mengukur Social Selling yang Efektif

Pengukuran dapat disebut sebagai bagian yang paling menantang dari social selling karena dampaknya tidak linier. Belum ada rumus yang bisa memetakan korelasi antara performa konten dengan jumlah transaksi yang diselesaikan.

Social selling melibatkan mode penjualan yang lebih personal dengan membangun relasi di media sosial. Media sosial dapat dilihat melalui sudut pandang kualitatif dan kuantitatif sehingga pengukuran efektivitas harus melibatkan keduanya dengan cara berikut ini.

1. Brand’s online presence/awareness

Salesperson biasanya menunjukkan kesediaan untuk membahas tentang value yang ditawarkan oleh brand. Antusiasme audience yang muncul berkali-kali menjadi salah satu indikator untuk tetap terhubung dengan calon pelanggan dengan lebih baik.

Penerimaan audiens terhadap konten yang diposting online melalui media sosial dapat menjadi indikator untuk menilai efektivitas penjualan. Secara kualitatif, Anda juga bisa menganalisis respons konsumen saat membedakan produk Anda dengan kompetitor.

Metrik yang digunakan untuk mengukur brand awareness juga bisa diukur berdasarkan website traffic, social media engagement, share of voice, blog traffic and shares, dan online media coverage.

2. Strategi networking

Ada berbagai tools yang bisa dimanfaatkan untuk mengidentifikasi prospek dari media sosial. Saat menghubungi prospek pelanggan, tim sales bisa melakukannya secara manual atau membuat daftar dengan tools tertentu. Sebaiknya, mereka juga memiliki penjadwalan untuk menghubungi para pelanggan potensial.

Tim sales perlu melakukan personalisasi untuk dapat terhubung dengan para pelanggan potensial. Koneksi bisa dilakukan dengan mencari channel utama atau memilih alternatif. Hal ini bisa dianggap sebagai cold call agar calon pelanggan tidak hilang begitu saja.

Efektivitas penjualan juga bisa dinilai berdasarkan strategi yang digunakan oleh tim sales dalam membentuk networking dan pipeline yang kuat. 

3. Insight knowledge

Tim sales harus memiliki keahlian yang kuat untuk mengenal domain pelanggan. Dalam social sales, wawasan tentang hal-hal yang dicari pelanggan dilihat melalui cara mereka menyampaikan informasi untuk tetap terhubung dengan calon pelanggan.

Cara tercepat untuk membangun networking tersebut adalah mengidentifikasi titik permasalahannya secara tepat. Setelah itu, Anda perlu meluangkan waktu dan upaya untuk memberikan informasi guna menyelesaikannya.

Cara lain untuk mengukur efektivitas adalah dengan mengukur tingkat terbuka InMail yang dikirim oleh tim sales. Setelah itu, Anda bisa menggunakan tools LinkedIn yang mengukur tingkat keberhasilannya yang tidak bersifat memaksa.

4. Relasi pelanggan dengan Key Account Management

Social selling bukan tentang jumlah koneksi yang dimiliki melalui profil Anda, melainkan koneksi yang tepat. Anda dapat melacaknya dengan mengukur permintaan yang diterima dibandingkan dengan permintaan yang dikirim. 

Cara lain untuk mengukur kualitas networking Anda adalah dengan mengetahui jumlah koneksi kunci yang dimiliki oleh tim sales. Kontak CRM perlu dibangun dengan kontak di media sosial untuk membuat perbedaan pada relasi pelanggan dan Key Account Management. Tidak hanya dapat mengukur efektivitas penjualan, cara ini dapat mengisi mata rantai yang hilang dalam tools pengukuran yang hanya didapat dari media sosial.

Pengukuran social selling dapat melengkapi cara tradisional dalam mengukur efektivitas penjualan. Manajer yang ingin mengukur efektivitas social selling sebaiknya membuat sistematisasi praktiknya dan melatih representatif tentang dampak sosial sebelum mengukur dampak rutinitas baru dan membandingkan hasilnya di masa depan.

Banner-Article-Des-10 (2).jpg
Kesalahan Social Selling yang Perlu Dihindari oleh Bisnis
15 December 2023

Saat mendapatkan exposure melalui media sosial, Anda biasanya berasumsi bahwa itu adalah strategi pemasaran. Tak hanya itu, tim sales dapat menggunakan channel yang sama untuk membangun hubungan baik dengan calon pelanggan sebagai taktik social selling.

Strategi ini bisa saja menjadi salah satu alternatif agar sebuah bisnis dapat menghasilkan tambahan revenue. Namun, masih banyak kesalahan yang terjadi dan mungkin tidak disadari saat menggunakan channel media sosial sebagai sarana social selling.

Kesalahan dalam Social Selling

Strategi social selling sebisa mungkin perlu dimanfaatkan sebagai cara untuk membangun leads dan menghasilkan prospek. Cara ini harus dimanfaatkan dengan baik demi menghindari kegagalan. Berikut ini beberapa contoh kesalahan dalam social selling.

1. Menggunakan social network untuk promosi

Menjalankan iklan berbayar di media sosial adalah hal yang mudah. Namun, itu hanya satu fitur yang ditawarkan media sosial. Media sosial adalah tempat untuk bisa terkoneksi dengan orang lain termasuk bagi para profesional bisnis.

Anda sebaiknya memanfaatkan media sosial layaknya mendekati seseorang pada acara networking secara langsung. Seleksi orang-orang yang dinilai dapat memperoleh manfaat dengan mengenal Anda dan produk yang ditawarkan bisnis.

Buat percakapan dengan calon pelanggan yang potensial untuk dapat menarik minat mereka. Dari sana, Anda dapat mulai menjual setelah membangun koneksi dan menjadi bagian dari komunitas tersebut.

2. Tidak berinvestasi dalam pelatihan social training

Meski penggunaan media sosial sudah makin populer, penggunaannya sebagai strategi social selling bukan hal yang bisa disepelekan. Anda tetap harus melatih tim sales untuk dapat memanfaatkan channel media sosial dengan beberapa cara berikut.

  • Melakukan personal branding yang efektif
  • Memiliki keahlian di niche produk Anda
  • Melakukan identifikasi dan riset terkait target market
  • Membangun dan menjaga relasi dari waktu ke waktu
  • Membuat konten komunikasi yang sesuai dengan audiens Anda

3. Tujuan yang tidak jelas

Tim sales yang hebat sekalipun tidak akan bisa berkontribusi dengan baik jika Anda tidak menentukan indikator keberhasilan yang harus dicapai. Social selling mungkin bukan strategi utama yang digunakan tim sales sehingga Anda harus menetapkannya dengan jelas.

Tetapkan visi yang ingin dicapai oleh perusahaan melalui upaya social selling dan tentukan metriks pengukurannya. Hal ini akan membantu tim sales untuk menyelaraskan tindakan yang ditargetkan pada calon pelanggan.

Gunakan tools yang tepat untuk dapat menilai konversi dari leads terhadap transaksi yang dihasilkan. Beberapa tools yang bisa digunakan di antaranya Feedly, LinkedIn Sales Navigator, dan Sales Hub.

4. Spammy outreach

Perlu diingat bahwa tim sales juga membawa nama baik brand saat menindaklanjuti konsumen yang potensial melalui social selling. Mengirim pesan broadcast mungkin bukan merupakan ide yang baik jika pada akhirnya akan merusak reputasi Anda.

Lakukan pendekatan personal terhadap para calon pelanggan berdasarkan kebutuhan, minat, dan masalah yang dihadapinya. Cara ini akan memudahkan tim sales untuk melakukan personalisasi pesan dan mencari solusi terbaik yang bisa ditawarkan brand.

5. Kurangnya konsistensi terhadap prospek

Tim sales harus mampu mempertahankan kehadiran yang konsisten bagi para calon pelanggan. Meski bukan merupakan upaya sporadis, social selling harus dilakukan sebagai salah satu proses jangka panjang yang berkelanjutan.

Jika terjadi perubahan atas relasi yang sudah pernah dibangun, mereka bisa saja menghilang dan Anda kehilangan kredibilitas. Anda juga harus membina relasi dengan para pelanggan melalui identifikasi momen dan follow up yang konsisten di seluruh channel penjualan.

Terlepas dari adanya kesalahan yang pernah terjadi dalam tim sales Anda, tidak pernah ada kata terlambat untuk memperbaikinya. Oleh karena itu, implementasikan strategi social selling yang berbeda-beda untuk dapat menyukseskan upaya pengembangan produk Anda.