Awal tahun 2023 bagi beberapa orang mungkin berbeda dengan awal tahun sebelumnya. Pada awal tahun ini pemerintah akhirnya mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Beberapa perusahaan pada akhirnya memberlakukan kembali jam kerja kantor seperti biasa, dan para pekerja mulai work from office (wfo). Jalan-jalan di pagi hari mulai dipadati oleh kendaraan, bahkan transportasi publik pun tak lagi lengang.
Di pertengahan tahun 2022, kita diperkenalkan dengan istilah “Quiet Quitting” sebuah fenomena yang terjadi sebagai salah satu dampak pandemi, ketika seorang karyawan hanya melakukan effort minimal di tempat kerja dan puas dengan keadaan yang biasa-biasa saja, dengan kata lain, mereka kehilangan dorongan untuk memberikan kontribusi lebih, ataupun keinginan untuk berprestasi dalam menunjukkan kinerjanya. Ketika karyawan melakukan “quiet quit”, maka organisasi akan memiliki karyawan yang secara perlahan-lahan akan kehilangan skill dan kemampuan yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Sebagai tanggapan terhadap fenomena tersebut, Sr. Director of Research dari Gartner, Emily Rose McRae mempopulerkan istilah “Quiet Hiring” sebagai salah satu langkah perusahaan untuk mengantisipasi fenomena quiet quitting ini.
“Quiet Hiring” ini menjadi salah satu Langkah yang bisa diambil oleh perusahaan untuk tetap meningkatkan kemampuan karyawan dan meningkatkan kompetensi personel tanpa menambah karyawan baru yang direkrut sebagai karyawan full-time.
Beberapa fokus yang perlu dilakukan saat quiet hiring adalah:
Salah satu metode yang bisa digunakan untuk memetakan talenta di perusahaan adalah dengan menggunakan metode assessment center. Sampai dengan saat ini metode Assesment Center memiliki validitas yang paling tinggi dalam memprediksi perilaku individu dalam menjalankan tanggung jawab pada satu jabatan tertentu. Dengan menjalankan kegiatan simulasi dan penilaian yang dilakukan oleh beberapa orang assessor dengan menggunakan kriteria perilaku kunci yang standar, kompetensi seorang karyawan dapat terukur dengan lebih objektif.
Dengan memiliki hasil pemetaan karyawan yang objektif dan dapat dipertanggung jawabkan, proses kaderisasi melalui talent pool dapat dijalankan dengan lebih sistematis dan terstruktur, mereka yang masih memiliki gap pada kompetensi tertentu dapat dipersiapkan terlebih dahulu dengan program pengembangan yang relevan dan lebih tepat sasaran. Pada akhirnya, melalui program assessment center, diharapkan proses pengembangan kompetensi melalui training need assessment untuk karyawan baik internal maupun external menjadi lebih efektif dan efisien, proses quiet hiring yang dijalankan benar-benar bisa menghasilkan peningkatan keahlian dan kemampuan karyawan, sehingga kinerja perusahaan tetap optimal.
artikel ditulis oleh Gardhika Waskita - Resident Assessor prasmul-eli