Dalam mencapai tujuan bersama, karyawan sering kali mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dan mengerti satu sama lain. Hal ini dapat dipicu karena kurang koordinasi dan motivasi, sehingga mempengaruhi performa tim.
Kerja sama akan selalu terjadi dalam seluruh bidang pekerjaan, baik dalam tim atau hanya dengan satu dan dua orang saja. Oleh karena itu, Anda harus siap untuk bekerja dalam tim. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut ada baiknya Anda mengetahui penyebab kegagalan kerja sama tim.
Perlu diakui bahwa bekerja dalam tim belum tentu cocok untuk semua orang. Hal ini biasanya menjadi kendala bagi orang yang kesulitan bersosialisasi atau berbaur dengan orang lain secara mudah. Menjadi bagian dalam tim, memiliki banyak keuntungan, seperti:
Namun, sering kali anggota tidak setuju dengan peran atau tanggung jawab yang mereka lakukan bersama tim. Bahkan performa mereka seringkali lebih buruk daripada performa secara individu. Dengan begitu, perlu diingat bahwa kerja sama tim tidak selamanya mudah.
Patrick Lencioni, penulis The Five Dysfunction of a Team mengatakan bahwa terdapat beberapa alasan utama kegagalan dalam kerja sama tim di tempat kerja, yaitu:
Kurangnya rasa nyaman dan kepercayaan di antara tim akan membuat anggota tim yang tidak mau mencari bantuan, mengakui kelemahan, atau meminta bantuan satu sama lain. Dengan begitu, komunikasi dan kinerja tim tidak mungkin dilakukan.
Ketika tim kurang percaya satu sama lain, maka anggota tim tidak akan mampu mengikuti dinamika, dan persilihan yang mungkin muncul dalam tim. Ini akan membuat anggota tim tidak terbuka dengan ide-ide, dan pendapat.
Ketika seseorang tidak memiliki komitmen pada pekerjaannya, mereka akan bertindak acuh tak acuh. Perilaku tersebut akan sangat berdampak pada kerharmonisan, dan produktivitas tim. Dengan anggota yang tidak aktif dan tidak memiliki semangat, tim akan kesulitan menentukan arah dan keputusan bersama.
Ketika anggota tim tidak mau lagi menjalankan peran dan tanggung jawabnya dalam tim, maka akan terjadi disfungsi tim. Ketika itu pula tim akan ragu untuk minta pertanggungjawaban atas tindakan anggota, sehingga hasil yang kontraproduktif dan tidak efisien akan terjadi.
Ketika individu terlalu berfokus pada tujuan pribadi, mereka cenderung akan mengabaikan tujuan bersama tim. Dibandingkan kinerja tim, mereka akan mengutamakan perkembangan dan pengakuan untuk diri mereka sendiri. Hal tersebut mengakibatkan mereka kehilangan padangan tentang yang perlu dilakukan dan membiarkan tim kesulitan.
Michael Lombardo dan Robert Eichiner membuat model penilaian yang paling komprehensif tentang kinerja tim. yang disebut dengan Model Korn/Ferry T7. Penilaian tersebut dibuat dengan tujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik dan lebih jelas tentang faktor-faktor yang berkontribusi pada efektivitas tim di tempat kerja.
Dalam model efektivitas tim T7, Lambardo dan Eichinger menyoroti lima faktor internal yang dapat mempengaruhi efektivitas tim di tempat kerja. Faktor-faktor tersebut dikenal dengan T7, yaitu:
Tidak peduli seberapa bagus sebuah tim dalam faktor dorongan, kepercayaan, bakat, keterampilan tim, dan keterampilan dalam mengerjakan tugas, sebuah tim harus mendapatkan dukungan dari seorang pemimpin dan perusahaan. Dengan begitu, tim dapat mencapai produktivitas yang maksimal.
Tim yang kuat dapat terjadi ketika setiap anggota bekerja secara bersama-sama membangun kepercayaan dan rasa hormat satu sama lain. Untuk mencapai keberhasilan dalam sebuah tim, program Team Leadership mengajak para pemimpin perusahaan untuk menyelaraskan anggotanya agar mampu bergerak sesuai tahap perkembangan individu masing-masing sehingga dapat mendorong kesuksesan sebuah kerja sama tim yang solid.