Tantangan Perusahaan yang Bisa Diatasi Melalui Marketing Technology

27 July 2022

Mengakomodasi kebutuhan bisnis dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari upaya konvensional hingga otomatisasi. Hingga saat ini, sudah banyak upaya yang dilakukan perusahaan dengan sentralisasi fungsi yang lebih baik melalui adaptasi teknologi. Tidak hanya untuk kebutuhan pengembangan produk atau pengumpulan data, melainkan adaptasi strategi marketing yang andal.

Perusahaan yang memilih Marketing Technology (Martech) dapat memperkuat posisinya dalam menciptakan strategi yang dapat mendukung strategis kesuksesan bisnis. Ada berbagai tantangan yang dapat diatasi secara efektif meski tidak harus mengatasi atau mempengaruhi tantangan lainnya.

1. Stack rationalization

Stack bloat tidak dapat dihindari dan semakin diperparah jika Anda berlangganan SaaS yang terlalu cepat saat ada kebutuhan mendesak. Penggunaan SaaS sering terbengkalai karena tidak digunakan lagi setelah kebutuhan awal terpenuhi. Akibat penggunaannya yang tidak maksimal, marketing sebuah perusahaan yang terdesentralisasi dapat membuat frankenstack yang penuh dengan redundansi cukup cepat.

Marketing perlu melihat stack MarTech dengan cermat dan memerhatikan kebutuhan sebelum beralih ke pengeluaran dan investasi baru. Pada tingkat strategis, Chief Marketing Officer (CMO) perlu menentukan strategi akuisisi dan retensi yang jelas untuk teknologi, tools, platform, dan penggunaannya di dalam perusahaan.

Stacks juga perlu disederhanakan untuk operasional tangguh dan responsif terhadap kebutuhan marketing yang dinamis. Campaign orchestration dan omnichannel marketing diperlukan untuk otomatisasi dan intelligence untuk membantu memenuhi tujuan efisiensi dan efektivitas.

2. Belling the MarTech ROI Cat

Hal yang dijanjikan dari digital marketing yang dapat dilakukan oleh peralatan digital adalah transparansi dalam kinerja dan kemampuan melacak hasil metrik dan atribut dengan jelas. Namun, pada kenyataannya banyak dari janji itu tidak berjalan dengan baik setelah tahun-tahun berikutnya.

Dalam laporan State of MarTech 2021, hanya 22,5% marketing yang mengatakan kemampuan mengukur Return on Investment (ROI) dari departemen marketing secara keseluruhan. Tantangan dalam pengukuran erat kaitannya dengan masalah kurangnya anggota tim terampil yang memahami tujuan dan penetapan KPI, kebingungan antara hasil kampanye dan hasil bisnis, sub-tim marketing yang tidak menghubungkan titik-titik antara data kinerja di seluruh saluran, dan sebagainya.

Sebelum berinvestasi lebih banyak di MarTech, CMO perlu memusatkan perhatian pada pengartikulasian roadmap ROI. Hal ini jelas mengaitkan nilai bisnis dari investasi Martech dengan tujuan dan hasil bisnis. Misalnya, cara investasi tertentu akan berdampak pada sasaran pertumbuhan bisnis yang sudah ada.

3. Membangun tim marketing untuk menangani martech

Jika lebih dari seperempat anggaran dihabiskan untuk memperoleh martech, ada baiknya menanyakan jumlah yang diinvestasikan dalam melatih orang untuk memanfaatkan teknologi ini sebaik-baiknya. 

Marketing berpindah ke sebagian SaaS Martech karena pendekatan ini dapat secara efektif mengurangi ketergantungan pada IT. Hal tersebut tidak sejalan dengan tujuan membangun pola pikir dan keterampilan yang tepat di seluruh jajarannya untuk menangani teknologi itu secara optimal.

Hanya 28% marketing yang memandang bakat internal mereka sebagai orang yang terlatih secara kompeten dalam marketing technology. Namun, hanya 18% marketing senior yang menggunakan mitra atau agensi eksternal untuk meningkatkan keterampilan karyawan mereka.

Kesenjangan ini akan sulit dipulihkan karena dari adopsi hingga optimalisasi kesuksesan Martech pada akhirnya bergantung pada orang yang memiliki dan menggunakannya. Hal terpenting adalah membangun pola pikir data dan sistem di seluruh fungsi sebelum berinvestasi dalam teknologi baru. 

4. Mengubah fokus yang berpusat pada pelanggan

Sebagian besar Martech dibangun dan berada di dalam silo. Silo adalah sistem yang memisahkan jenis-jenis karyawan berdasarkan departemen tempat masing-masing bekerja. Hal ini berarti eksekusi marketing menjadi campaign-centric, bukan consumen and experience-centric. 

CMO perlu merampingkan dan merasionalisasi stack saat ini, serta membangun stack yang mampu menggerakkan organisasi menuju model operasi yang lebih berpusat pada pelanggan dan dapat merespons lebih cepat terhadap gangguan pasar. 

Maka perlu membangun stack yang terintegrasi sehingga dapat memfasilitasi penyebaran, pergerakan, dan aktivasi data di semua saluran, serta menjalin komunikasi dengan keterlibatan pelanggan hybrid, baik dari online maupun toko fisik.

Tantangan bagi CMO adalah perlu membangun model operasi yang dengan cepat dan mudah merespons apapun yang akan terjadi selanjutnya. Cara yang terbukti dapat dilakukan adalah dengan membangun model operasi yang didukung data dan berpusat pada pelanggan.

Dengan begitu, channel menjadi insidental dan pengalaman menjadi terpusat. Ini adalah satu-satunya cara untuk bersiap menghadapi gangguan yang dapat ditimbulkan oleh pasar yang berkembang, kebiasaan pelanggan yang berkembang, atau peristiwa sosial ekonomi yang tidak tertuga.

5. Privacy by Design

Di masa sekarang, banyak para pembuat kebijakan dan konsumen di berbagai negara mulai jenuh dengan adanya penyalahgunaan data pribadi mereka. Maka inilah saatnya untuk bergerak maju dengan pendekatan proaktif yang disebut privacy by design untuk semua investasi MarTech baru.

Diperlukan merampingkan dan merasionalisasikan pengumpulan data di seluruh sumber data yang terus meningkat. CMO perlu mendapatkan kepercayaan pelanggan untuk penggunaan data mereka secara sehat, guna memberikan layanan dan pengalaman yang lebih baik.

Platform data pelanggan merupakan salah satu teknologi yang paling tidak mungkin untuk dihapus dari stack, yang merupakan kabar baik karena kemampuan canggih mereka untuk mematuhi persyaratan privasi data, tetapi juga untuk memanfaatkan penggunaan data untuk bisnis yang optimal. 

MarTech stack harus mengikuti privasi dengan pendekatan desain yang dibangun dalam pola pikir privasi dan kepatuhan langsung dari blueprint.

Berbagai tantangan tersebut dapat terjadi karena adanya situasi pasar dan bisnis yang dinamis. Situasi seperti ini membuat marketing harus berusaha memanfaatkan situasi melalui penguatan upaya digitalisasi dengan penekanan pada implikasi lingkungan terhadap strategi perusahaan. Eksekutif perusahaan dapat mengembangkan potensi melalui program Strategic Business Analysis dan mengadaptasi MarTech sebagai investasi jangka panjang menuju pemulihan sebuah perusahaan.

Mengakomodasi kebutuhan bisnis dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari upaya konvensional hingga otomatisasi. Hingga saat ini, sudah banyak upaya yang dilakukan perusahaan dengan sentralisasi fungsi yang lebih baik melalui adaptasi teknologi. Tidak hanya untuk kebutuhan pengembangan produk atau pengumpulan data, melainkan adaptasi strategi marketing yang andal.

Perusahaan yang memilih Marketing Technology (Martech) dapat memperkuat posisinya dalam menciptakan strategi yang dapat mendukung strategis kesuksesan bisnis. Ada berbagai tantangan yang dapat diatasi secara efektif meski tidak harus mengatasi atau mempengaruhi tantangan lainnya.

1. Stack rationalization

Stack bloat tidak dapat dihindari dan semakin diperparah jika Anda berlangganan SaaS yang terlalu cepat saat ada kebutuhan mendesak. Penggunaan SaaS sering terbengkalai karena tidak digunakan lagi setelah kebutuhan awal terpenuhi. Akibat penggunaannya yang tidak maksimal, marketing sebuah perusahaan yang terdesentralisasi dapat membuat frankenstack yang penuh dengan redundansi cukup cepat.

Marketing perlu melihat stack MarTech dengan cermat dan memerhatikan kebutuhan sebelum beralih ke pengeluaran dan investasi baru. Pada tingkat strategis, Chief Marketing Officer (CMO) perlu menentukan strategi akuisisi dan retensi yang jelas untuk teknologi, tools, platform, dan penggunaannya di dalam perusahaan.

Stacks juga perlu disederhanakan untuk operasional tangguh dan responsif terhadap kebutuhan marketing yang dinamis. Campaign orchestration dan omnichannel marketing diperlukan untuk otomatisasi dan intelligence untuk membantu memenuhi tujuan efisiensi dan efektivitas.

2. Belling the MarTech ROI Cat

Hal yang dijanjikan dari digital marketing yang dapat dilakukan oleh peralatan digital adalah transparansi dalam kinerja dan kemampuan melacak hasil metrik dan atribut dengan jelas. Namun, pada kenyataannya banyak dari janji itu tidak berjalan dengan baik setelah tahun-tahun berikutnya.

Dalam laporan State of MarTech 2021, hanya 22,5% marketing yang mengatakan kemampuan mengukur Return on Investment (ROI) dari departemen marketing secara keseluruhan. Tantangan dalam pengukuran erat kaitannya dengan masalah kurangnya anggota tim terampil yang memahami tujuan dan penetapan KPI, kebingungan antara hasil kampanye dan hasil bisnis, sub-tim marketing yang tidak menghubungkan titik-titik antara data kinerja di seluruh saluran, dan sebagainya.

Sebelum berinvestasi lebih banyak di MarTech, CMO perlu memusatkan perhatian pada pengartikulasian roadmap ROI. Hal ini jelas mengaitkan nilai bisnis dari investasi Martech dengan tujuan dan hasil bisnis. Misalnya, cara investasi tertentu akan berdampak pada sasaran pertumbuhan bisnis yang sudah ada.

3. Membangun tim marketing untuk menangani martech

Jika lebih dari seperempat anggaran dihabiskan untuk memperoleh martech, ada baiknya menanyakan jumlah yang diinvestasikan dalam melatih orang untuk memanfaatkan teknologi ini sebaik-baiknya. 

Marketing berpindah ke sebagian SaaS Martech karena pendekatan ini dapat secara efektif mengurangi ketergantungan pada IT. Hal tersebut tidak sejalan dengan tujuan membangun pola pikir dan keterampilan yang tepat di seluruh jajarannya untuk menangani teknologi itu secara optimal.

Hanya 28% marketing yang memandang bakat internal mereka sebagai orang yang terlatih secara kompeten dalam marketing technology. Namun, hanya 18% marketing senior yang menggunakan mitra atau agensi eksternal untuk meningkatkan keterampilan karyawan mereka.

Kesenjangan ini akan sulit dipulihkan karena dari adopsi hingga optimalisasi kesuksesan Martech pada akhirnya bergantung pada orang yang memiliki dan menggunakannya. Hal terpenting adalah membangun pola pikir data dan sistem di seluruh fungsi sebelum berinvestasi dalam teknologi baru. 

4. Mengubah fokus yang berpusat pada pelanggan

Sebagian besar Martech dibangun dan berada di dalam silo. Silo adalah sistem yang memisahkan jenis-jenis karyawan berdasarkan departemen tempat masing-masing bekerja. Hal ini berarti eksekusi marketing menjadi campaign-centric, bukan consumen and experience-centric. 

CMO perlu merampingkan dan merasionalisasi stack saat ini, serta membangun stack yang mampu menggerakkan organisasi menuju model operasi yang lebih berpusat pada pelanggan dan dapat merespons lebih cepat terhadap gangguan pasar. 

Maka perlu membangun stack yang terintegrasi sehingga dapat memfasilitasi penyebaran, pergerakan, dan aktivasi data di semua saluran, serta menjalin komunikasi dengan keterlibatan pelanggan hybrid, baik dari online maupun toko fisik.

Tantangan bagi CMO adalah perlu membangun model operasi yang dengan cepat dan mudah merespons apapun yang akan terjadi selanjutnya. Cara yang terbukti dapat dilakukan adalah dengan membangun model operasi yang didukung data dan berpusat pada pelanggan.

Dengan begitu, channel menjadi insidental dan pengalaman menjadi terpusat. Ini adalah satu-satunya cara untuk bersiap menghadapi gangguan yang dapat ditimbulkan oleh pasar yang berkembang, kebiasaan pelanggan yang berkembang, atau peristiwa sosial ekonomi yang tidak tertuga.

5. Privacy by Design

Di masa sekarang, banyak para pembuat kebijakan dan konsumen di berbagai negara mulai jenuh dengan adanya penyalahgunaan data pribadi mereka. Maka inilah saatnya untuk bergerak maju dengan pendekatan proaktif yang disebut privacy by design untuk semua investasi MarTech baru.

Diperlukan merampingkan dan merasionalisasikan pengumpulan data di seluruh sumber data yang terus meningkat. CMO perlu mendapatkan kepercayaan pelanggan untuk penggunaan data mereka secara sehat, guna memberikan layanan dan pengalaman yang lebih baik.

Platform data pelanggan merupakan salah satu teknologi yang paling tidak mungkin untuk dihapus dari stack, yang merupakan kabar baik karena kemampuan canggih mereka untuk mematuhi persyaratan privasi data, tetapi juga untuk memanfaatkan penggunaan data untuk bisnis yang optimal. 

MarTech stack harus mengikuti privasi dengan pendekatan desain yang dibangun dalam pola pikir privasi dan kepatuhan langsung dari blueprint.

Berbagai tantangan tersebut dapat terjadi karena adanya situasi pasar dan bisnis yang dinamis. Situasi seperti ini membuat marketing harus berusaha memanfaatkan situasi melalui penguatan upaya digitalisasi dengan penekanan pada implikasi lingkungan terhadap strategi perusahaan. Eksekutif perusahaan dapat mengembangkan potensi melalui program Strategic Business Analysis dan mengadaptasi MarTech sebagai investasi jangka panjang menuju pemulihan sebuah perusahaan.

Prasetiya Mulya Executive Learning Institute
Prasetiya Mulya Cilandak Campus, Building 2, #2203
Jl. R.A Kartini (TB. Simatupang), Cilandak Barat, Jakarta 12430
Indonesia
Prasetiya Mulya Executive Learning Institute
Prasetiya Mulya Cilandak Campus, Building 2, #2203
Jl. R.A Kartini (TB. Simatupang), Cilandak Barat,
Jakarta 12430
Indonesia