Understanding Agile Culture in the Workplace

02 November 2022

Agile culture menjadi sebuah istilah yang sering sekali digaungkan dalam konteks lingkungan kerja. Terutama ketika hampir seluruh negara di dunia dilanda pandemi Covid-19, banyak perusahaan yang menerapkan agile culture sebagai respon terhadap situasi krisis.

Secara umum, agile culture merujuk pada sebuah budaya yang mengedepankan sikap gesit dalam bekerja. Ciri khas budaya agile di lingkungan kerja salah satunya dapat merespon berbagai perubahan dengan cepat dan tidak terpaku pada prosedur yang kaku.

Perusahaan sering kali menyatakan bahwa kemampuan untuk menjadi agile sebagai salah satu kriteria yang harus dimiliki oleh karyawannya. Banyak orang yang berpendapat bahwa perusahaan dengan mental karyawan yang agile dapat mengatasi berbagai kondisi sulit yang tengah dihadapi.

Terdapat berbagai manfaat yang bisa didapatkan perusahaan dengan menerapkan agile culture di tempat kerja, yaitu:

  • Meningkatkan kolaborasi tim

  • Menghadirkan lingkungan kerja yang nyaman dan membuat betah karyawan

  • Meningkatkan efisiensi kerja

  • Memberikan kepuasan dalam bekerja

  • Meningkatkan produktivitas

Prinsip-prinsip Penerapan Agile Culture di Perusahaan

Konsep agile di dalam lingkungan kerja telah berkembang sedemikian rupa. Hal ini menyebabkan istilah agile tidak hanya berbicara mengenai perilaku yang ditunjukkan saja, tetapi juga cara berpikir karyawan ketika menghadapi berbagai situasi di lingkungan kerja. Jika perusahaan ingin menerapkan agile culture, berikut prinsip penting yang perlu dimiliki:

  1. Fleksibilitas

Dapat dikatakan fleksibilitas menjadi kunci dari budaya kerja yang agile. Ketika berhadapan dengan suatu masalah, seluruh tim akan berusaha mencari solusi bersama-sama. Tim yang mampu bersikap agile akan mencari solusi yang dirasa paling tepat, tanpa melihat apakah sesuai dengan kebiasaan atau bahkan yang dianggap unik sekalipun. Selain fleksibel dalam mencari solusi, budaya ini pun berdampak juga pada fleksibilitas dalam skema bekerja. Hal ini membuat tim bebas menentukan dari mana mereka akan bekerja selama mendukung produktivitas.

  1. Pembagian tanggung jawab

Sebuah lingkungan kerja yang agile akan memberikan keleluasaan dalam tanggung jawab bekerja. Perlu diingat, hal ini tidak berarti tim akan bebas saling melempar tanggung jawab. Akan tetapi, seluruh orang dalam tim menjadi orang yang dapat diandalkan untuk menangani tugas yang diberikan. Setiap orang akan saling mengisi peran dan mendukung satu sama lain. Oleh karena itu, tumpang tindih tanggung jawab akan dapat dihindari dan pekerjaan pun dapat diselesaikan secara optimal.

  1. Merespon situasi dengan cepat

Seorang karyawan yang agile, dapat bekerja dengan cepat, baik ketika ia memahami situasi yang baru atau ketika menangani sebuah persoalan. Kemampuan berpikir dengan cepat ini akan sangat membantu ketika perusahaan membutuhkan sebuah solusi dari permasalahan yang hadir. Apabila seluruh tim dapat menunjukkan sikap agile, maka berapa banyak solusi yang dapat ditawarkan dalam satu waktu sehingga persoalan dapat segera ditangani.

  1. Otonomi

Beberapa orang percaya bahwa budaya agile di tempat kerja berasal dari rasa otonomi yang tinggi dari para karyawan. Semua orang memiliki banyak keleluasaan dan kebebasan untuk bekerja sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini dapat menjadi jebakan apabila tidak dilakukan dengan rasa tanggung jawab yang seimbang. Rasa otonomi dan tanggung jawab yang seimbang, akan membantu karyawan untuk bekerja dengan nyaman dan di saat yang bersamaan tetap memberikan hasil kerja yang berkualitas.

  1. Tidak terpaku pada formalitas

Keleluasaan yang dimiliki budaya kerja agile pun terlihat dengan keberadaan struktur formal seminimal mungkin. Perusahaan tidak lagi menggunakan istilah bos atau manajer, melainkan pemimpin atau leader. Pola bekerja pun tidak lagi terpaku pada aturan yang begitu ketat, melainkan praktik baik yang dijalankan bersama. Dengan demikian, karyawan tidak merasa dibatasi dengan berbagai aturan yang rigid karena memperoleh kesempatan untuk berekspresi dan bekerja secara kreatif.

Berdasarkan penjelasan di atas, Anda dapat menemukan alasan agile culture lebih diminati kaum milenial. Fleksibilitas dalam bekerja dirasa memberikan ruang yang lebih luas bagi para pekerja muda untuk berkarya. Terlepas dari hal itu, pemimpin perusahaan perlu memahami bahwa tidak semua perusahaan siap untuk menerapkan budaya tersebut. Agile culture sebaiknya dipahami sebagai salah satu alternatif dalam menciptakan lingkungan kerja yang ideal. Namun, pada prinsipnya budaya ini harus dapat diterima oleh seluruh tim.

Agile culture menjadi sebuah istilah yang sering sekali digaungkan dalam konteks lingkungan kerja. Terutama ketika hampir seluruh negara di dunia dilanda pandemi Covid-19, banyak perusahaan yang menerapkan agile culture sebagai respon terhadap situasi krisis.

Secara umum, agile culture merujuk pada sebuah budaya yang mengedepankan sikap gesit dalam bekerja. Ciri khas budaya agile di lingkungan kerja salah satunya dapat merespon berbagai perubahan dengan cepat dan tidak terpaku pada prosedur yang kaku.

Perusahaan sering kali menyatakan bahwa kemampuan untuk menjadi agile sebagai salah satu kriteria yang harus dimiliki oleh karyawannya. Banyak orang yang berpendapat bahwa perusahaan dengan mental karyawan yang agile dapat mengatasi berbagai kondisi sulit yang tengah dihadapi.

Terdapat berbagai manfaat yang bisa didapatkan perusahaan dengan menerapkan agile culture di tempat kerja, yaitu:

  • Meningkatkan kolaborasi tim

  • Menghadirkan lingkungan kerja yang nyaman dan membuat betah karyawan

  • Meningkatkan efisiensi kerja

  • Memberikan kepuasan dalam bekerja

  • Meningkatkan produktivitas

Prinsip-prinsip Penerapan Agile Culture di Perusahaan

Konsep agile di dalam lingkungan kerja telah berkembang sedemikian rupa. Hal ini menyebabkan istilah agile tidak hanya berbicara mengenai perilaku yang ditunjukkan saja, tetapi juga cara berpikir karyawan ketika menghadapi berbagai situasi di lingkungan kerja. Jika perusahaan ingin menerapkan agile culture, berikut prinsip penting yang perlu dimiliki:

  1. Fleksibilitas

Dapat dikatakan fleksibilitas menjadi kunci dari budaya kerja yang agile. Ketika berhadapan dengan suatu masalah, seluruh tim akan berusaha mencari solusi bersama-sama. Tim yang mampu bersikap agile akan mencari solusi yang dirasa paling tepat, tanpa melihat apakah sesuai dengan kebiasaan atau bahkan yang dianggap unik sekalipun. Selain fleksibel dalam mencari solusi, budaya ini pun berdampak juga pada fleksibilitas dalam skema bekerja. Hal ini membuat tim bebas menentukan dari mana mereka akan bekerja selama mendukung produktivitas.

  1. Pembagian tanggung jawab

Sebuah lingkungan kerja yang agile akan memberikan keleluasaan dalam tanggung jawab bekerja. Perlu diingat, hal ini tidak berarti tim akan bebas saling melempar tanggung jawab. Akan tetapi, seluruh orang dalam tim menjadi orang yang dapat diandalkan untuk menangani tugas yang diberikan. Setiap orang akan saling mengisi peran dan mendukung satu sama lain. Oleh karena itu, tumpang tindih tanggung jawab akan dapat dihindari dan pekerjaan pun dapat diselesaikan secara optimal.

  1. Merespon situasi dengan cepat

Seorang karyawan yang agile, dapat bekerja dengan cepat, baik ketika ia memahami situasi yang baru atau ketika menangani sebuah persoalan. Kemampuan berpikir dengan cepat ini akan sangat membantu ketika perusahaan membutuhkan sebuah solusi dari permasalahan yang hadir. Apabila seluruh tim dapat menunjukkan sikap agile, maka berapa banyak solusi yang dapat ditawarkan dalam satu waktu sehingga persoalan dapat segera ditangani.

  1. Otonomi

Beberapa orang percaya bahwa budaya agile di tempat kerja berasal dari rasa otonomi yang tinggi dari para karyawan. Semua orang memiliki banyak keleluasaan dan kebebasan untuk bekerja sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini dapat menjadi jebakan apabila tidak dilakukan dengan rasa tanggung jawab yang seimbang. Rasa otonomi dan tanggung jawab yang seimbang, akan membantu karyawan untuk bekerja dengan nyaman dan di saat yang bersamaan tetap memberikan hasil kerja yang berkualitas.

  1. Tidak terpaku pada formalitas

Keleluasaan yang dimiliki budaya kerja agile pun terlihat dengan keberadaan struktur formal seminimal mungkin. Perusahaan tidak lagi menggunakan istilah bos atau manajer, melainkan pemimpin atau leader. Pola bekerja pun tidak lagi terpaku pada aturan yang begitu ketat, melainkan praktik baik yang dijalankan bersama. Dengan demikian, karyawan tidak merasa dibatasi dengan berbagai aturan yang rigid karena memperoleh kesempatan untuk berekspresi dan bekerja secara kreatif.

Berdasarkan penjelasan di atas, Anda dapat menemukan alasan agile culture lebih diminati kaum milenial. Fleksibilitas dalam bekerja dirasa memberikan ruang yang lebih luas bagi para pekerja muda untuk berkarya. Terlepas dari hal itu, pemimpin perusahaan perlu memahami bahwa tidak semua perusahaan siap untuk menerapkan budaya tersebut. Agile culture sebaiknya dipahami sebagai salah satu alternatif dalam menciptakan lingkungan kerja yang ideal. Namun, pada prinsipnya budaya ini harus dapat diterima oleh seluruh tim.

Prasetiya Mulya Executive Learning Institute
Prasetiya Mulya Cilandak Campus, Building 2, #2203
Jl. R.A Kartini (TB. Simatupang), Cilandak Barat, Jakarta 12430
Indonesia
Prasetiya Mulya Executive Learning Institute
Prasetiya Mulya Cilandak Campus, Building 2, #2203
Jl. R.A Kartini (TB. Simatupang), Cilandak Barat,
Jakarta 12430
Indonesia